Senin, 06 Desember 2010



Selamat Tahun Baru Hijriyah
Tahun Baru Hijriyah adalah suatu kultur umat Islam yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharram, bulan pertama dalam kalender Islam. Tahun Baru Hijriyah yang ditandai dengan hijrahnya Rasulullah SAW dari kota Mekkah yang banyak didiami kaum Quraish ke kota Madinah. Kaum Quraish di kota Mekkah pada saat itu sangat menentang ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW yaitu Islam. Penentangan keras yang dilakukan oleh kaum Quraish yang cenderung menggunakan kekerasan membuat Rasulullah SAW mengambil keputusan untuk hijarah ke kota Madinah dimana penduduk Madinah lebih toleran terhadap kehadiran Rasulullah SAW dan ajaran Islam.

Di kota Madinah inilah Rasulullah melakukan syiar Islam dan berkembang dengan pesatnya (yang nantinya Madinah menjadi pusat kegiatan Islam di tanah Arab). Setiap Tahun Baru Hijriyah didahului oleh dua peristiwa penting, yaitu satu Syawal sebagai akhir puasa (Idul Fitri) dan 10 Zulhijah pelaksanaan ibadah haji (Idul Adha). Baik Idul Fitri maupun Idul Adha kalau diamati lebih dalam, memiliki makna dan hubungan yang erat dengan satu Muharam. Setelah keduanya dapat ditaklukkan, berarti kita sudah siap hijrah ke tahun berikutnya. Dengan demikian, ketika menyambut satu Muharam, kita memulai kegiatan dengan bekal yang matang, program yang jelas, dan penuh dengan rasa percaya diri. Sungguh maha bijak Tuhan yang mengatur urutan-urutan itu, yakni perintah haji setelah puasa dan Hijrah setelah puasa dan haji. Namun, maknanya, tentu lebih berbahagia orang-orang yang membekali dirinya dengan kebijakan tersebut, yaitu pengendalian nafsu dan tahan akan godaan setan. Memaknai Konsep Hijrah Hijrah pada zaman Nabi bukanlah semudah yang disangka.

Beliau berhijrah akibat ancaman kaum Musyrikin yang menentang dakwah Nabi dan juga mengancam nyawa orang-orang yang mengikuti ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. “Jangan takut dan jangan bersedih! Sesungguhnya Allah bersama kita.” Itulah kata-kata semangat yang diberi oleh Rasulullah SAW kepada sahabat baginda, Abu Bakar as-Siddiq ketika berhadapan dengan berbagai halangan dan ancaman dalam perjalanan dari kota Mekah ke kota Madinah.

Sesungguhnya proses hijrah tsb menuntut kesabaran dan keberanian yang tinggi. Peristiwa hijrah juga memberikan gambaran kepada umat Islam bahwa bumi Allah SWT tidaklah sempit untuk mereka hidup dan menikmati apa yang telah disediakan oleh Allah SWT untuk orang-orang yang beriman.

Ini jelas termaktub dalam Al-Qur’an surah Az-Zumar, ayat 10:

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah: ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas“.

Selain menghindari ancaman, hijrah Nabi juga merupakan usaha baginda mewujudkan satu rangkaian kerjasama untuk membangun masyarakat baru di sebuah kota yang lebih aman. Sebagai umat Islam, kita perlu merenung kembali situasi masa itu. Adakah kita telah memainkan peranan yang sepantasnya didalam mempertahankan dan mengembangkan Islam sebaik-baiknya, atau bahkan melemahkan tiang agama tsb dengan melupakan tanggungjawab dan peranan kita sebagai umat Islam? Peristiwa hijrah memberitahukan kepada kita bahwa nasib setiap individu / kaum hanya bisa diubah oleh diri kita sendiri / kaum itu sendiri.

Islam juga tidak suka kepada umatnya yang hanya berdiam diri dan menunggu sesuatu mengubah nasib mereka. Karena itu Allah SWT memberikan ujian kepada hamba2-Nya demi melihat bagaimana mereka menghadapi ujian itu sebagaimana yang telah diberikan kepada Nabi Muhammad SAW dan pengikut-2-nya.

Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Ra’ad ayat 11:

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءاً فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW, salah satunya adalah usaha meninggalkan semua unsur kejelekan yang ada dalam diri setiap manusia kepada nilai-nilai kebaikan seperti yang dituntut oleh Islam melalui konsep “amal ma’aruf nahi munkar“, yaitu melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT. Selain itu, hijrah juga membawa arti meninggalkan suasana kesempitan dan kegelapan menuju satu keadaan yang terang benderang. Hal ini bisa dikaitkan dengan usaha menambah ilmu pengetahuan dan mempelajari masalah-2 baru yang bermanfaat bukan saja untuk diri sendiri melainkan juga untuk agama, bangsa dan negara.

Hijrah ini manfaatnya amat besar, dengan berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan, kita dapat mengubah hidup lebih baik dan selanjutnya menjadi umat Islam yang kuat dan khalifah dimuka bumi. Islam menuntut umatnya berhijrah dari kelemahan kepada kekuatan terutama aspek keimanan, karena keimanan kepada Allah SWT akan melahirkan masyarakat Islam yang kokoh dari aspek ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan sebagainya. Hijrah yang seperti ini harus dilakukan dengan sempurna dan sepenuh hati karena hijrah menjanjikan kehidupan yang sempurna dan bahagia di dunia dan akhirat.

– dikutip dari berbagai sumber –

Tidak ada komentar:

Posting Komentar